Categories
Uncategorized

Penyintas

Fiuh! Haha! Saya ngrasakne lagi isolasi mandiri. Kali ini ditemani dengan simbok dan simbah. Hooh, sak omah kemarin tu yang isolasi mandiri.

Sebenernya bermula dari simbok yang meriang di hari Kamis. Hingga ndak isa untuk ikut jamaah isya di masjid. Meminta dibelikan obat meriang, ra mbendinane banget seperti ini. DAN! Simbok posisi di rumah tapi pakai masker. Haha. Wes lengkap untuk dicurigai, bukan? Saya wes curiga banget soale kondisine demam dan watuk pilek. Tapi beliaune malah denial. Hadeh lah pokmen. Njuk akhire saya radang tenggorokan. Hey! Welcome! Haha.

Saya periksa di Puskesmas dan tidak dapat rekomendasi swab karena saya tidak ada kontak erat dengan pasien positif C-19. Oke, balik ngandang dan temandang seperti biasane. Hari Rebo minggu depannya dr Kemis pas simbok meriang, pagi harinya saya masih bisa merasakan manis selai roti dan asam pahitnya kopi. Makan siang sudah loss dol ra ngrasakne opo-opo dan ndak isa membaui apapun L

Ijin pulang lebih awal dan langsung ke klinik untuk test antigen. Yup! Hasile positif C-19. Langsung lapor ke Puskesmas dan minta ijin isolasi mandiri di rumah dan ngabari semua orang yang kontak dengan saya selama seminggu terakhir. Memohon untuk bersedia periksa kalau ada keluhan seperti meriang, batuk, dan pilek. Bulan Juli Idul Adha tahun ini sungguh absurd sekali. Lebih absurd karena mengalami pengalaman ini (lagi?).

Anosmia, kondisi yang paling absurd sepanjang hidup saya sampai hari ini. Kalau njenengan pernah lihat film vampire yang kalau manusianya tutup hidung/tidak bernapas lantas vampire ndak isa mengetahui kalau ada manusia di situ, nah, kurang lebih kondisinya seperti itu. Hampa. Kosong. Anteng. Ra ngambu, ra ngrasa. Sunyi senyap tak ada petunjuk. Ya Allah.

Makanan yang masuk sudah tidak bisa dinikmati. Ya sek penting madang. Ditanya pengen apa juga sudah luweh wong sek penting panganan mlebu cangkem, weteng kisinan panganan. Sedari lama saya sudah sadar bahwa pedas itu bukan rasa. Itu sensasi. Sensasi terbakar karna zat capcaisin. Nah, makin jadi sadar karna anosmia kemarin. Jadi to, buat njenengan semua yang masih suka bilang bahwa rasanya pedas, coba cek lagi kalau pas jatuh cinta. Itu beneran cinta atau Cuma kagum semata. Haha.

Proses saya dan orang serumah dalam pemulihan bisa dibilang tidak ada kendala. Saya memang positif, namun berkegiatan masih oke. Simbah yang notabene usianya 89 tahun juga keluhannya sebatas batuk, pilek, dan pusing. Obat dari Puskesmas sangat membantu dalam meringankan keluhan tersebut. Semua oke. Alhamdulillah sekali satu rumah sudah vaksin semua. Jadi, ikhtiar kami sudah kami maksimalkan. Meskipun, ya, kemarin otak saya beripikir sampai hal paling buruk terjadi dan musti gimana. Haha. Saya mengalami demam dan katanya saya sampai mengigau. Beruntung hanya satu malam dan terlewati dengan baik. Saturasi kami juga oke. Puji Tuhan sekali, Alhamdulillah.

Dukungan orang-orang yang tahu kalau saya isoman juga sangat baik. Tetangga, kerabat, rekan, kawan, ndak isa saya sebut satu per satu. Semua baik dan membantu sekali dalam pemulihan. Ada sedikit ganjalan karena masih ada yang ngotot untuk tetap membuka masjid padahal kondisi warga desa banyak yang meriang. Hingga akhirnya saya keluar dari grup. Yo, ndak papa, daripada-daripada. Mungkin lebih baik gini juga jane, hapeku ora rame kluntang klunting kakehan grup. Hehe.

Sekarang kondisinya gimana? Semua berjalan dengan lebih baik. Pokmen proses pemulihan karena kondisi badan jadi berbeda dengan sebelum terkena C-19. Pesenku mung siji, jangan lupa pakai masker. Kalau ada kesempatan untuk vaksin, segeralah vaksin. Bukan semata untuk diri kita sendiri, namun juga untuk orang-orang di sekitar kita dan orang yang kita sayangi. Sek semangat pokmen. Sehat-sehat ya, semuanya.

1 reply on “Penyintas”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *