Wasir, ambeyen, hemorrhoid, semua orang jebulane nduweni dan iso wae tambah parah kalau tidak segera mengubah pola hidupnya dan tetep ngeden saat eek. Saya punya gejala jebulane sudah dari 2009 kalau saya tidak salah ingat, dari tahun itu saya sudah sering bawa bantal duduk sebagai pembantu kenyamanan saya duduk. Namun, karena ambeyen kan datang dan pergi oh begitu saja (Nek jare Letto) makanya ya saya tidak gubris. Sak mlakune.
Sampai kemudian, hari itu datang. Kumat parah hingga tak bisa turun dari tempat tidur. Ke kamar mandi dengan merangkak sambil menahan sakit. Sebetulnya bukan kali pertama kumat bahkan sampai tidak bisa turun dari tempat tidur, namun hari itu rasanya sucah puncaknya dan saya membulatkan tekad untuk operasi saja supaya tidak mengganggu kualitas hidup. La nek sering kumat ki njuk beberapa kegiatan menjadi terkendala. Mundur, atau bahkan batal. Kan eman, nek wus kangsengan ro wong akeh.
Saya ke fasilitas pertama dan meminta surat rujukan untuk operasi. Pada saat itu saya sama sekali tidak dicek kondisi anusnya karena saya sudah menginformasikan seberapa parah kondisi saya. Selesai mengurus rujukan, saya ke rumah sakit dan konsultasi dengan dokter bedah. Ketika pertama kali bertemu dokter bedah, langsung beliau berucap “ La kog wes kaya ngene?”
Karena sudah bulat niat saya untuk operasi, akhirnya ya saya ke IGD untuk mengurus segala keperluan rawat inap saya. Karena saya pakai BPJS, maka hal yang harus dipersiapkan oleh pasien adalah fotokopi BPJS yang banyak. Selain itu juga fotokopi KK dan KTP. Akan lebih baik apabila surat rujukan difotokopi karena keperluan surat rujukan tidak hanya untuk rawat inap namun juga untuk kontrol. Setiap kali pendaftaran, pasien diminta mempersiapkan 2 fotokopi untuk masing-masing BPJS, KK, dan KTP. Surat rujukan menyesuaikan karena pada saat pendaftaran untuk rawat inap pasien dimintai 2 lembar, sedangkan pas kontrol hanya 1 lembar.
Operasi wasir saya pada saat itu mengabiskan waktu 4 hari 3 malam dengan tambahan bed rest di rumah selama 7 hari. Meski demikian, ndilalahe dari tempat saya kerja saya bisa nambah perpanjangan hari karena rasane cen rakalap. Agaknya akan saya ceritakan di postingan lain supaya tidak nyampur di sini.
Sebetulnya, kalau kondisi tidak pandemi, tidak ada tambahan biaya sama sekali. Namun, karena pandemi, maka saya ada tambahan biaya untuk rapid, rongent, dan tes darah serta rekam jantung. Kemarin ditotal sekitar 550ribuan.
Sebagai pengguna BPJS, saya sangat terbantu sekali karena kalau biaya sendiri paling tidak saya harus menyiapkan biaya di kisaran angka 8-10 juta rupiah. Kebetulan saya pilih rumah sakit yang memang pelayanannya oke sekali. Setiap pasien diperlakukan dengan baik, kebersihan dijaga dengan baik, makanan juga oke. Semua pasien diperhatikan betul keluhannya apa hingga perkembangan pasien seperti apa.
Postingan ini sekaligus sebagai ungkapan terima kasih saya atas pelayanan Klinik Pratama Wiwit, RS. Santa Elizabeth dan BPJS Kesehatan. Matur nuwun.
2 replies on “Pengalaman Operasi Wasir Dengan BPJS”
Kamdalah sampun sehat malih nggih, Mbak.
Wes kemayu meneh, pak 🙂