Categories
Uncategorized

Kasti dan Semua Kenangan yang Melekat Padanya

Waton mblusukne saja, toh sudah dekat dengan rumah. Hal yang saya lakukan ketika melihat riuh anak bermain kasti di sawah kemarin. Sontak sambil berlari dan melompati kali dengan lebar setengah meter saya berteriak, “Aku meloooooo!”. Saya ikut, begitu dalam bahasa Indonesianya.

Pemukul bola tenis yang tergeletak saya ambil saja sambil tangan merentang kedepan sejajar dengan bahu. Saya meminta operan bola tenis, namun anak-anak malah diam semua. Mereka bingung, saya lebih bingung. “Mbak, bal e ki diuncalke dewe”, kata salah satu dari mereka. “Pitikih”, reaksi saya sambil tetap ambil bola tenis dan akhirnya saya lempar dan pukul sendiri. Untuk ukuran orang dengan mata minus dan silinder, kemampuan memukul saya masih oke. Sampai di kisaran 3 meteran. Wes, to. Njenengan manut saja, oke. Haha.

Hanya sampai segitu saya ngrusuhi mereka karena setelahnya saya lebih memilih duduk di pematang sawah dan melihat mereka bermain. Sambil sesekali ikut berteriak dan menjadi komentator dadakan saya tambahi dengan sorak sorakan seakan saya masih kanak-kanak. Yo ben lah, wes.

Menyenangkan sekali kemarin sore itu. Saya sebentar lupa akan beberapa hal yang bergelayut di pikiran. Kembali menjadi kanak-kanak dan bebas berteriak. Kembali kepada kenangan ketika dulu di masa sekolah dasar bermain kasti bersama teman satu kelas saat pelajaran olahraga. Sebagai anak yang longgor tapi kemampuan sangat b aja, saya sering kebagian sebagai ketua regu. Menang longgor saja sudah lumayan. Haha.

Saya berhak memilih siapa yang ada di tim saya. Kadang ya dengan cara undian suit jari, kadang ya suka-suka saja lah. Tergantung mood saya saat itu, sedang ambisius mau menang atau ya b aja asal segera selesai pelajaran olahraganya. Seringnya saya angot-angotan karena ya olahraga bukanlah passion saya. #ditoyor

Regu perempuan ini, nanti akan digabung dengan regu anak laki-laki. Seringnya, saya lagi-lagi punya hak atau ya beruntung dapat regu yang sering menang. Haha. Satu regu biasanya sampai 13 orang karena kalau saya tidak salah ingat pas sekolah dasar dulu saya satu kelas sampai 27 orang. Lumayan kemruyuk untuk ukuran satu regu kasti dengan badan longgor dan mulut braok. Kalau sudah dapat tim laki-laki yang mumpuni, kami yang perempuan ini lebih sering meneduh dan memilih untuk ngebrok saja ditiang pancang pos 3 untuk cari aman supaya menang. Haha. Urik tenan, tapi nyenengke.

Seringnya para perempuan ini memang seakan dilindungi oleh para lelaki karena mereka ndak mau timnya kalah. Haha. Meski kadang kami tidak sengaja membuat tim mati alus. Opo kui mati alus? Semacam proses pergantian tim yang bermain sebagai tim pemukul namun dengan cara halus, biasanya karena tim kami yang kena jatah mukul bola nggak pinter mukul bola sampai tim kami kehabisan orang. Trus ganti tim deh. Haha.

Belum lagi kami si anak perempuan-perempuan manja ini harus lari kencang karena takut diembat bola sama tim yang jaga. Haha. Kekembat bola atau kena lemparan bola itu ndak enak. Pernah suatu ketika ada yang sampai punggungnya biru karena bekas timpukan bola tenis itu. Ya njarem, lah. Tapi ya nggak bikin kapok. Esok minggu depannya kami tetap main lagi, bahkan setelahnya juga kami tetap main bareng.

Masa itu, menyenangkan. Kemarin sore, menyenangkan. Saya, berterima kasih untuk itu semua. #MaturNuwunGusti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *