Categories
Uncategorized

Tantangan Menulis 3

A Memory

Wingi esok, jane arep nulis sek ndakik-ndakik babagan memory iki. Tapi, saiki arep tak critakno kedadean wingi sore wae.

Wingi sore, bali kerjo, pas surup. Keroso luwe, tapi nek maem nasi kayake bakal kewaregen. Ilat pengen maem sek anget bangsane mie rebus atau ya sesederhana bakso. Pas liwat salah satu Radio di Kabupaten ini, saya lihat gerobak bakso, akhirnya mampir dan memesan satu porsi. Enak dan anget. Wes, kelegan. Padahal, pas iku ki jane yo mikir-mikir menawa arep jajan. La duit nang dompet yo lagi ra patio akeh.

Di situ, kebetulan ada dua orang juga yang sedang jajan. Jadi ya ada temene. Tapi, social distancing la wong le maem ndewe-ndewe, selain karena kami tidak mengenal satu sama lain. Pas baru pertengahan makan, salah satu yang beli bakso membayar jajanannya. Beliau bilang, “Niki, pak. Saya bayar tiga sekalian sama mbaknya itu!”.

Saya kaget lah, la wong kenal juga nggak. Tau-tau kog dibayari. Sopo wonge arep merepotkan, to? Tapi, la wes kebacut. Akhire ya saya dibayari. Pas saya mau pamit karena sudah selesai makan, ya saya ucap terima kasih ke beliau. Saya sampaikan kalau saya akan meneruskan kebaikan beliau dengan membuat nasi bungkus untuk dibagi ke yang membutuhkan. Semoga, Dik! Bisa, ya. Amin.

That would be one of my memory of live. Bahwa, mungkin, entah di kehidupan yang sebelumnya atau di hari sebelum hari kemarin, saya melakukan sebuah kebaikan meskipun hanya mindahin batu di tengah jalan yang akhirnya saya panen sore kemarin. Atau, sebuah doa kecil dari orangtua atau kerabat atau mungkin sana sudara atau teman yang memeluk saya dalam keberuntungan di sore kemarin. Ya, saya ndak tau.

Yang saya tahu, saya berusaha menjadi orang baik. Seperti yang selalu dipesankan oleh bapak saya. Semoga bisa ya, Dik. Menjadi lebih baik dari hari ke hari dan berusaha menjadi orang baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *