YES! VIRAL! Film Tilik dan film Anak Lanang yang viral. Saya mah apa, atuh? Ya gini-gini aja. Haha.
Selamat untuk semua tim produksi kedua film tersebut. Saya, salah satu yang optimis, bahwa nantinya aktor atau pegiat seni peran akan mendapatkan “tempat” dan “berkat” (baca; upah) yang setimpal. Akan dilirik oleh mereka yang mencari pemain entah untuk profesional atau untuk sekedar figuran. Ya, liwat sak klebat doang juga ndak papa, wes J
Jadi kan ndak nJakarta centris banget. Ora kabeh-kabeh kudu seko Jakarta. Wes, hop! Saiki saya akan mencoba membahas filmnya. Hah? Yakin, Dek? Ndak jane, tapi ya mari saya cobanya. Nek nyacat ro komentar lak saya yo isa.
Awal saya melihat keduanya, telinga saya akrab dengan bahasanya. Lo laiya! La wong bahasa keseharian saya Bahasa Jawa. Jelas ikrib bingit lah. Yang lainya apa? Karakter yang ada di film Tilik saya bisa dengan mudah nggathuk-nggathukne dengan yang ada di sekitar saya. Malahan, saya bisa dengan sadar mengatakan bahwa saya, terkadang menjadi Bu Tejo, Yu Sum, Yu Ning, atau bahkan Dian. Bukan, bukan bipolar. Tetapi memang saya bisa menjadi semua karakter itu di situasi yang diperlukan.
Saya bisa kontra seperti Yu Ning ketika teman meminta sebuah sudut pandang lain atau bingung mengambil keputusan. Saya bisa menjadi Yu Sum ketika saya mencari aman akan sebuah masalah yang dihadapi. Bahkan, saya bisa menjadi Bu Tejo ketika saya sedikit nakal terhadap sesama. Manusiawi, menurut saya. Ya kita semua pernah di posisi itu. Njuk pie? Njuk ngopo? Yo rapie-pie. Yo ra ngopo-ngopo. Wes, dilakoni wae.
Bagaimana dengan film Anak Lanang. Sumpahlah! Plot twist di film ini saya tidak menyangka sama sekali. Saya bahkan memutar beberapa detik ke belakang sebelum film berakhir untuk mendapatkan apa magsud yang ingin disampaikan dari film ini. Haha. Jebulane.
Saya bisa acungi dua jempol untuk keduanya. Keaktoran yang ditampilkan di film tersebut sangat bagus. Tidak heran kalau di film Tilik karena memang sudah dewasa semua pemainnya. Kalau yang di film Anak Lanang, saya salut karena untuk adegan dengan komunikasi yang natural dimainkan oleh anak-anak, itu tidak mudah. Kabarnya, film Anak Lanang ini sekali take dan sudah dilakukan 7 kali take. Take yang diambil oleh tim produksi adalah take ke 7. Bayangkan, menjaga mood anak-anak itu tidak mudah. Belum lagi urusan menghapal. Sip, Dek!
Saya belum sepengalaman mereka dalam seni peran. Namun, bolehlah saya menyombongkan diri dan berbangga dengan makin dilirknya pemain seni peran di Jogja. Semoga semakin baik. Semoga semakin membawa berkat bagi semua.
Amin!