Pernah saya menulis tentang sangu atau uang saku ketika dolan untuk keluarga kecil dengan katakanlah satu anak. Nah, saat ini, saya mau sedikit berbagi tentang sangu (kita sepakat, nggeh, pakai kata sangu untuk pengganti uang saku) anak sekolah. Bukan, saya bukan sok tau. Saya mau berbagi tentang sedikit pandangan dan kesoktahuan saya aja. Monggo.
Beberapa waktu lalu saya sempat bertanya kepada beberapa siswa Sekolah Dasar, berapa sangu mereka ke sekolah. Ketika itu yang saya tanya adalah anak kelas 3 dan 4. Jawaban mereka beragam, ada yang dua ribu, lima ribu, dan 10 ribu. Mereka yang menjawab dua ribu, biasanya ketika di rumah masih dapat jatah uang jajan lagi dari orangtua. Sedangkan, yang mendapat lima ribu hingga sepuluh ribu, biasanya tidak mendapat tambahan uang jajan lagi.
Setelah saya tahu itu, saya kembali bertanya kepada mereka, apakah mereka ada kegiatan mengaji dan apakah yang ikut kegiatan mengaji akan diberikan sangu lagi? Rata-rata menjawab iya. WOW! Akeh yo jebulane duit sangu nggo cah sekolah ki. La kui wae ukuran cah SD loh ya, kepie nek nek keluargane ndue anak loro, sek siji SD sek siji SMP misal e. Lak yo spend untuk uang saku saja wes lumayan itungane. Katakanlah yang dua ribu, kalau dikali 26 hari (katakanlah sebulan 30 hari dan 4 hari libur) nominalnya menjadi 52 ribu rupiah. Namun demikian, uang tersebut bisa membengkak karena anak ketika di rumah masih diberikan uang jajan tambahan dan uang ini jelas bisa lebih besar. Kalaupun sama nominalnya, dua ribu, maka akan menjadi 52ribu dikali dua sehingga ketemu angka 104ribu rupiah. Itu untuk anak 1. Itungan hemat.
Njuk gimana yang uang jajannya malibu lupiyah? Ya monggo dikalikan saja. Malibu dikali wanam hari, ya jadinya 130ribu. Tapi all in. Anak wes nggak bakal dikasih uang lagi meskipun di rumah merengek njaluk imbuh. Saat ini, meskipun ada anjuran untuk membawa bekal, ya tetap saja uang sangu tidak lantas hilang. Ya mereka ini tetap disangoni.
Beberapa dari mereka saya tanyai lebih lanjut, kalau uang jajan segitu, apakah mereka bisa menabung? Ada yang menjawab bisa, namun ini kebanyakan yang uang jajannya memang nominalnya besar atau ya bagi anak-anak yang bisa diajak ngirit. La jaman saiki angel tenan nemu bocah iso diajak ngirit. La pie jal? Mingset sitik, tumbas. Mrono, jajan. Mrene, nggayemi. Ya gitu itulah.
Semoga semua orangtua diberikan kesehatan dalam bekerja. Semangat, pak, buk!
3 replies on “Sangu Sekolah”
Leres, Mbak, saya yo kadang sok kaget kalau lihat nominal sangu anak-anak sekarang.
Yah, beda zaman mungkin.
Secara umum uang tunai relatif lebih mudah. Maksud saya untuk kaum yang tidak di bawah pol. Bahwa nilai nominalnya juga dua ribu – lima ribu rupiah ya apa boleh buat.
Saat saya bocah, yang banyak sangu, atau selalu sangu, adalah anak horang kayah dan anak pedagang atau bakal. Anak pegawai, meski disebut dari kelas menengah, tak semua bawa sangu.
Dulu jajanan berupa mi atau bakso atau siomai di SD juga nggak ada. Maksud saya jajanan yang bikin kenyang itu nggak ada. Harus makan di rumah. 😁
Betul. Beberapa teman saya malah masih bawa sangu berupa bekal makanan dari rumah. Sangu memang tidak bisa digebyah uyah juga. Semampunya dan seperlunya menjadi pertimbangan orangtua jaman dahulu.