Categories
Uncategorized

Bijak Berbicara

Tahun lalu, ada berita lelayu, anak guru SMP saya meninggal dunia di usia yang muda menurut saya. 24 tahun. Sungguh masih belia, bukan? Hal yang mengusik saya selain karena usianya yang muda adalah karena penyebab dia meninggal. Kabarnya, dia oeverdosis obat penurun berat badan atau obat pelangsing. Ngenes nggak, jal?

Saya pribadi tidak begitu tahu atau mengenal dia, bahkan saya tidak tahu seberapa “besar” dia sampai harus mengkonsumsi obat tersebut dan berakhir dengan kembalinya ke Rahmatullah. Hal yang menjadi pikiran saya adalah, setega atau sekejam apa ucapan yang dia terima dari orang di sekitar dia hingga dia harus mengkonsumsi obat tersebut. Saya, sebagai orang yang ambegan wae lemu, sangat sering mendapat ejekan mengenai kondisi badan saya yang gemuk. Untungnya, saya orangnya cuek, bahkan lebih ke po yo tak pikir kepada semua kalimat yang dilontarkan terhadap kondisi saya. Sehingga, saya bisa bertahan sampai dengan hari ini.

Kalau ditanya, mau nggak punya badan langsing? Jawapannya tentu saja mau. Apakah kami tidak berusaha? Tentu saja kami, khususnya saya, sangat mengusahakan akan hal itu karena punya tubuh yang kecil atau langsing itu juga “ringan”. Dan! Bisa pakai baju ukuran kecil yang dulu pernah muat dipakai sehingga akan ngirit untuk beli baju baru. Gitu.

Ketahanan akan ejekan tentu saja tidak dimiliki semua orang, kan? Ada anak yang didikan dari orangtuanya untuk cuek saja dengan segala ejekan tidak bermanfaat itu. Namun, tidak sedikit juga malah orangtua yang secara tidak sengaja ikut mengejek dan membuat anak menjadi kecil hati. Niat orangtua tentu baik, namun terkadang memang orangtua no clue untuk menyampaikannya dengan cara yang benar. See? Having a child is not an easy thing nowadays.

Lebih lanjut, lagi-lagi menurut saya, mendidik anak menjadi cuek belumlah cukup. Ada baiknya juga mendidik anak supaya tidak menjadi bagian dari yang mengejek tersebut. Menjadikan anak superior di rumah bisa berakibat dia menjadi superior juga di lingkungan dia bermain atau di sekolah. Terlalu superior terhadap yang lain juga tak baik, memunculkan sikap menangan dan mudah tersulut emosi kalau keinginannya tidak tercapai. Memang tidak mudah untuk diawasi karena orangtua tidak serta merta 24 jam bersama anak, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Bisa wes. Dijajal ndisik.

Kembali ke kasus anak guru SMP saya tadi, banyak mungkin yang melihat overdosis tersebut sebagai pemicunya. Padahal, jauh sebelum itu, mungkin ada perilaku dari lingkungan dia yang membuat dia mengambil jalan tersebut sehingga berakibat tidak baik. Bisa berupa perilaku atau ucapan. Semoga, kita sebagai yang lebih dewasa, bisa memberikan contoh yang baik untuk lebih bijak dalam berbicara. Yuk, dicoba, yuk!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *