Cerita kali ini bukan sok-sok an mau peduli dengan pendidikan, namun memang sudah sepertinya semua orang peduli dengan hal satu ini. Pendidikan, menurut saya dimulai dari rumah. Dari keluarga dulu. Lupakanlah itu hitungan satu ditambah satu sama dengan dua. Mulailah dari pendidikan karakter anak terlebih dahulu. Mulailah dengan menanamkan sikap jujur dan tenggang rasa. Bisa menghormati yang lebih tua dan mampu menyayangi yang lebih muda.
Bisa menjadi orang yang mau mengalah dan tidak berbuat semaunya sendiri. Nanti, ajaran hitungan akan didapat di sekolah, kog. Jangan khawatir. Tahun sudah 2019, namun sayang sekali masih ada orangtua yang menganggap sekolah adalah kotak ajaib yang bisa mengubah anak dari yang awalnya tidak baik menjadi baik. Dan, sayang sekali mereka percaya itu terjadi bisa dengan sejentikan jari. Sak naliko. Sak walike tangan. Hayo ndak gitu, pak, bu.
Mungkin saya pernah menulis tentang ini, kalau iya, anggap saja ini curhatan saya tentang pendidikan yang extended. Hehe
Baru saja saya ketahui kalau anak usia sepuluh tahun ada yang belum lancar membaca. Oh, come on. Saya sungguh prihatin akan hal ini. Setahu saya, sekarang ada jam tambahan 15 menit untuk literasi yang kemudian diaplikasikan dengan kegiatan membaca buku. Yang terjadi adalah, murid membaca dalam hati sehingga terkadang guru tidak ngeh kalau ada yang belum lancar membacanya. Orangtua bagaimana kabar dan tanggungjawabnya? Sebagian dari wali murid dengan kondisi keuangan yang dibilang tidak begitu beruntung, selayaknya tidak punya waktu untuk mendampingi anak-anak mereka belajar ketika di rumah. Bagaimana tidak? Siang mereka bekerja, malam mereka istirahat karna sudah terlalu capai. Saya kadang ngedumel, “Ngonoo kog pengen anak e pinter”. Mbok aja edan.
Tidak mudahnya mendidik anak masih harus ditambahi dengan beban sistem pendidikan atau birokrasi di ranah pendidikan yang terkadang ribet. Njenengan tentunya tidak lupa dengan sistem zonasi, bukan? Kasus siswa yang di Karangmojo tahu, kan? Ya begitu itu. Terkadang masyarakat belum siap dengan sistem namun karena entah alasan apa saya juga kurang paham, akhirnya dipaksakan. Satu tahun pendidikan itu efektif kurang lebih selama 9-10 bulan saja. Itu akan mudah sosialisasi program kalau sistem informasi juga bagus. Sumber daya manusia juga bagus. Sekarang, tulung itu disawang bagaimana keadaan di Indonesia ini. Ya begitu lah, sedulur-sedulur.
Selalu saya “semogakan” dalam segala hal ini supaya menjadi lebih baik lagi. Semuanya. La jarene ra pengen kalah karo negara liyane, la kog ra gelem rekasa sitik wae?