Categories
Uncategorized

Tentang menyenangkan orang tua

Uum, ini adalah sebuah cerita yang saya alami beberapa hari lalu.

Teman saya, akhirnya berkata, “Aku kayak e bakal rabi rod eke, soal e aku pengen nyenengke simbok ku”. Sontak saya kaget, kepala kemudian nyut-nyut-nyut. Ada banyak role-play di kepala saya. Saya senang, teman saya akhirnya akan menikah. Namun sedih di waktu yang bersamaan ketika dia menyataka bahwa pernikahannya untuk menyenangkan ibu nya. Lebih dan kurangnya, saya tahu teman saya tersebut tidak menyukai lelaki pilihan ibu nya tersebut.

Menikah itu bukan perkara mudah, meski tidak bisa dibilang rumit. Ya semua kalau sudah jodohnya, akan ada saja jalan nya, begitu katanya. Begitupun kalau tidak jodoh, selalu saja ada yang menghambat. Entahlah, terkadang semesta berserta Gusti Allah itu memang mbingungke. Makane terkadang saya prinsipnya dilakoni wae. La mau dipaksakan juga kadang malah kesel dewe, pas dinengne mlaku sak kalir e malah kabeh krasa nyenengke.

Kembali ke cerita saya, fokus saya bukan di perkara pernikahan nya. Namun, di templat menyenangkan orangtua. Siapa yang tidak kepengen? Membuat orangtua bahagia? Kabeh lak pengen e ya gitu. Namun terkadang tidak sadar diri juga. La wong kita ini ya sebenernya tidak bisa menyenangkan semua orang termasuk orangtua. Anak itu berbeda dari orangtua nya. Saya kira hanya beberapa saja yang menyadari akan hal itu. Terlebih di sini. Anak selalu “disadarkan” bahwa mereka seakan punya hutang budi kepada orangtua karena orangtua sudah merawat dari kecil, membiayai sekolah, mencari rejeki untuk makan, dsb-dsb. Sehingga ucapan yang sering muncul dari orangtua adalah keegoisan mereka untuk membuat anak nurut.

Beberapa kasus, tidak hanya perkara jodoh. Sekolah, anak kan seringnya juga dipilihkan sekolahnya oleh orangtua. Bahkan jurusan. Term ridho Tuhan ridho orangtua lantas membuat orangtua seakan menjadi “tuhan” bagi anak yang harus dinut dan diturut. Kan jadinya saya kadang embuh memikirkan hal itu. La saya juga seorang anak j. kelak juga akan menjadi orangtua. Jadi ya pemikiran seperti ini yang membuat saya jadi sok mumet dewe.

Terkadang, pola pikir orangtua dengan anak memang berbeda. Dan ya memang beda. Nek bisa berbicara mengenai pluramisme, kebhinekaan, hingga demokrasi, kadang dalam keluarga ya nggak bisa paten gitu aja. Selalu ada posisi tawar antara yang muda dan yang tua. Dan wangune, bagi saya, orang dewasa sebagai manusia yang otak nya sudah terbentuk dengan sempurna, bisa diajak rembugan, kan? Menemukan kata sepakat kan tidak harus dalam kondisi semua setuju. Menemukan titik tengah di mana semua mendapatkan apa yang menjadi keinginannya tentunya lebih melegakan, nek menurut saya.

Karena manusia tidak bisa menyenangkan semuanya, jadi ya ada baiknya memang nge-set pengharapan tidak muluk-muluk banget, nek menurut saya. Terlebih masalah pasangan hidup. Rabi ki gampang, le nglakoni kadang kala sing isa gawe keponthal-ponthal.

#Seucap

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *