Pas tahu kalau serial televisi Keluarga Cemara akan dibuat film, langsung niat ingsun “kudu ndelok!”. Haha. Akhirnya kemarin kesampaian. Hamdalah.
Pemain yang ikut di film ini berbeda jauh dengan serial di televisi. Lo laiya. La Abah Adi Kurdi lak sampun sepuh. Akhirnya diperankan oleh Ringgo Agus Rahman, Nirina Zubir, Zara JKT 48, dan Widuri (anak sulung Dwi Sasono dan Widi B Three). Itu saya heran, la chemistry ne ki dapet banget gitu. Khususnya kalau melihat konstruksi gigi mereka. Acak adul tapi indah. Hehe.
Kurang lebihnya, film ini menceritakan tentang bagaimana perjuangan Abah membahagiakan keluarganya. Tentang menjadi pemimpin keluarga dengan benar dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak dan istrinya. Masalah utama di film ini adalah tentang masalah keuangan dalam kehidupan berumah tangga. Dan ini cen krusial. Nek menurut saya. Ra ndue duit pas ijik legan wae iso gawe mumet, apa meneh nek wes ran due duit dalam kondisi sudah berkeluarga. Iso-iso akeh sek ra kuat njuk nglalu.
Saya setiap kali Abah marah, selalu mencoba untuk tidak tertawa. La itu muka si Ringgo kan sudah seakan diset bermuka komika dengan banyolan lucu. Tapi, secara keseluruhan, Ringgo membawakan peran Abah ini saya nilai bagus. Ya nek urusan sek nesu-nesu kui cen kurang. C aja gitu. Maafkeun para fans Ringgo, saya juga ngefans sama Ringgo, tapi dalam hal ini saya menilai dia ya segitu.
Nirina, oke. Zara, oke. Cemara, awesome. Itu stealing banget si Widuri. Kecil-kecil cabai rawit emang. Sudah pintar, peran dia juga banyak membawa tawa. She is like a wedang adem nang panas e dina. Jadi ya kabeh-kabeh e ki wes pas. Seneng akutu. Eh, ketambahan Asri Welas sebagai Ceu Nah. Dia ini sosok komika nan membuat hari mendung menjadi cerah ceria. Apik!
Keluarga cemara ini membuat saya berpikir dan merefleksi dengan kehidupan nyata yang sering dialami manusia. Lo laiya. Tapi, cen ya ngonoo kui kog urip ki. Ya ada susah, ada senang. Meneh urip bebrayan. Ada saat saling marah antar anggota keluarga yang seringnya berakhir dengan saling memaafkan. Ning ya sedurunge ndandak nganggo nesu-nesu ndisik. Nggetak-nggetak. Meneng-meneng an kae. Ra aruh-aruh. Nek saya kadang njuk ra gelem dikongkon ngopo-ngopo. Haha. Nesu yang wagu. Ra gelem nandangi gawean ngomah ning ijik njaluk maem ngomah.
Perubahan kondisi keluarga dalam sebuah rumah tangga memang tidak bisa dielakan. Semula semua serba enak dan ada kemudian menjadi seadanya memang membutuhkan kekuatan yang tidak kecil. Peran orangtua dalam memberikan pengertian kepada anak-anak nya sangatlah diperlukan. Dan di film ini, orangtua sukses membuat anak mereka mengerti kondisi keluarga mereka. Acara ulang tahun yang selalu dirayakan menjadi moment untuk saling mengingat dan menyatakan betapa mereka semua berharga dan berbahagia karena saling memiliki.
Di moment ketika Abah menyatakan bahwa tidak semua yang dicintai dapat dimiliki seakan mencubit lengan saya dengan cubitan kecil yang meninggalkan perih kemudian berubah menjadi warna biru. Iya, hidup itu kadang gitu, Dek. Ra kabeh-kabeh kudu dinduweni. Kemudian, di akhir perjalanan film ini, kebali terhenyak dengan kalimat emak bahwa di mana saja, asalkan sama-sama. Lolaiya. Sendiri bisa jadi tidak apa, namun bersama semua bisa menjadi lebih bahagia dan semoga baik adanya.
Uumm, siapkan tisu sebanyak yang njenengan mampu wes. La sebelahku ki nganti sesek dan umbelen gitu. La nek saya le mewek pas meh akhir film. Eh iya, dance pas pembukaan film nya baguuusss.. seneng akutu. Monggo mirsani, mumpung belum turun layarnya. 😀