We all do have it, right? Atau mungkin saya yang salah mengartikan kata tersebut? Nek dari beberapa artikel yang saya baca, inner child yang mereka magsud adalah kondisi psikologi yang belum menyelesaikan masalah di masa lalu mereka utamanya ketika anak-anak. Sedangkan yang mau saya ceritakan di sini adalah perihal tentang, bahwa semua manusia itu punya sisi kanak-kanak.
Boys will be boys, katanya. Tapi, apakah akan terjadi pada anak lelaki saja? Apakah anak perempuan tidak? Nek menurut saya kog sama saja. Kalau kecenderungan saya jajan yang dahulu pas saya kecil saya ndak bisa beli sendiri adalah sebuah inner child, la saya ini bahaya banget wong njuk jadi boros dan kebawa emosi numbasi apa wae sek dipingini pas cilik. Nek menurut saya, selama masih bisa dikontrol ya rapapa. Toh, bekerja selain hasilnya untuk mencukupi kebutuhan juga untuk foya-foya, betul tidak? Hehe
Jadi, ndilalah e, saya dan adik ini memang terbilang manusia yang agak aneh dan Alhamdulillah orangtua sangat tahu akan hal ini. Jadi, pas saya kepengen belu Tupperware edisi Transformer dan adik pengen beli boneka Tayo sampai 4 biji. Simbok ya hanya senyum-senyum saja. Marah juga tidak, malah tertawa dan mengatakan bahwa kami ini memang masih kanak-kanak. La bayangkan saja, saya yang sudah lebih dari seperempat abad ini nenteng Tuppy edisi Transformer (Bumble-bee) lengkap dengan tali yang untuk kalungan itu. Lak ya aneh dilihat, kan? Bagi yang belum mengenal saya, mungkin akan geleng-geleng kepala. La wong sek kenal saja ya sampai ngelus dhadha 😀
Tapi, menurut saya wajar saja manusia semacam punya balas dendam kepad dirinya sendiri di masa lalu. Semacam, dulu pas kecil pengen beli apa tapi tidak kesampaian lantas pas besar ya beli sendiri dengan uang hasil kerja sendiri. Pun begitu dengan saya dan adik. Ya rapapa, ta? Ndue duit kog. Duit ku kog. Dah, kalau sudah mungsuh dengan kalimat itu, ada baikna mundur teratur saja. Soalnya pasti kalah e.
Manusia punya inner child versi saya. Magsud saya, versi pemahaman saya itu. Jadi, tiap manusia punya sisi kanak-kanak. Ya gur gari kepie respon mereka terhadap lingkungan atau sebaliknya. Nek saya ya cuek saja. La wong saya ndak nyolong. Tuppy yang tak pakai meskipun beberapa masih kredit kan ndak dibayar pakai duit njenengan, to? Jadi ya bolehlah sombong atauboros didit demi salah satu keinginan di masa kecil.
Itu baru contoh kecil loh ya, mungkin di luar sana, selian saya juga punya sense seperi itu. Dan itu ya sah-sah saja nek kanggo saya. Nah, saiki meh tumbas opo? Gamebot? Pianika? Atau omah-omahan Barbie? 😀