Categories
Uncategorized

Sate Pak Manto, Solo; Akhirnya!

Sudah kepikiran sejak tahun lalu untuk mencoba hidangan olahan daging kambing nan spesial di sini. Namun, jebulane, rejeki saya baru tahun ini untuk ngganyang enaknya sate buntel di sini. Rapapa. Kabeh-kabeh ki cen kudu nganggo sabar. Akan indah pada waktu-Nya, jarene 😀

Setelah dari Pasar Triwindu, akhirnya perjalanan perkulineran pas dolan kemarin dilanjutkan ke Sate Pak Manto. Nek saya ndak salah, belakang toko Luwes yang di Jl. Slamet Riyadi. Nek salah ya saya njaluk ngapura. Pas setahun lalu, ke Solo bersama Vici, pas mau nyoba sajian olahan daging kambingnya, ndilalah e kog ya kentekan. Akhir e ya pwasa sampai akhirnya kemarin saya berbuka dengan sajian sate buntelnya.

Wes ta lah. Saya acungi jempol. Ini sate buntel cen inuk tenan. Daging cincang nya halus dan ndak prengus. Iki penting. Soalnya pas saya makan di tempat pak Samin daerah Ngarsopura, mereka sate buntelnya prengus. Mungkin saya kepasa. Pas di Pak Samin itu saya meh saja ndak mau lagi njajal sate buntel. La saya njuk mikir e ini mesti sate buntel di tempat lain juga gini. Karena dagingnya dicincang, jadinya mrutul dan malah prenguse tekan ngendi-ngendi. Tapi kemudian saya berpikir lagi, wong lagi njajal siji kog uis digebyah uyah. Mbangane getun, la mending njajal liane meneh. Haha. Padahal gur arep muni nek saya ini bocah e dokoh lan doyan madhang. Akhirnya, lihat referensi di sana dan di sini, akhirnya ada niatan untuk njajal yang punya Pak Manto ono.

img-20190109-wa0108

Nek dari review beberapa akun IG, ini enak dan porsinya gwede. Jadi, satu porsi lauk yang berupa sate buntel atau sate biasa atau thengkleng, bisa untuk sampai 2-3 orang. Cukup hemat, kan? Njuk kemarin itu akhirnya milih dua yang terbaik dari semua olahan di sana. Sate buntel dan thengkleng. Wes itu tok. Itu juga nyukup untuk berlima. La wong sate buntelnya itu ukurane cen jumbo dan jumlahnya ada tiga. Tiga ndlondeng semua. Wes mantep, kan?

Thengklengnya juga salah satu yang terbaik berdasarkan dari para jamaah goyang lidah yang sudah nyobain di sini. Tulangnya gedi-gedi tapi masih ada daging yang bisa dikrokoti. Malah lemaknya ndak ada sama sekali. Ini enak nek untuk njenengan jamaah krokot yang suka sampai nglamuti tangan. Khusus untuk thengkleng, mereka memasaknya banyak sekali menggunakan bubuk lada, kemudian irisan lombok juga banyak namun sayangnya masih mentah. Padahal di tiap meja juga disiapkan irisan lombok galak sebagai ceplusan. Jadine ya semacam dobel-dobel gitu. Sayur yang dipakai adalah sayur kol, kubis kalau akamsi nyebutnya dan ndilalah e kog ya gur semacam digebyur karo si thengklengnya itu. Jadi beberapa bagian malah ijik mentah.

img-20190109-wa0028

Nek saya sendiri kog ya ndak gitu suka dengan sayur satu itu, jadi ya saya ndak nyentuh sama sekali. Menu yang lain ada yang namanya sego godhog. Jadi ini nek di Jogja ya sama dengan sego godhog pada umumnya ning ya nganggone daging kambing dan kuah semacam tongseng. Mungkin ini sebenernya adalah tongseng dengan campuran nasi langsung di dalamnya. Hehe.

Kalau ada kesmepatan lagi pengen njajal sate sek biasa dan sega gorengnya. Semoga ada rejeki ke sana lagi, soalnya selain nyelakne wektu harga makanan di sini tinggi karena ya sepaan dengan banyaknya isi di porsiannya. Ning enak! Uum.. ada amin untuk saya? Nuwun loh, ya. 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *