Categories
Uncategorized

Dolan nang De Tjolomadoe

Kemarin kembali piknik asik di waktu yang hanya sehari. Ya ala-ala one day trip gitu. Kali ini tujuannya ke luar kota. Agak ngetan sitik. Boyolali karena mau ke rumah Lolo, njuk ke Solo sebagai kota ampiran ning nggawe rasane atiku ora karuan.

img_20190109_124300

Start jam 8 lebih sekian menit kami ber lima memulai perjalanan dari kawasan JEC. Pakai mobil Rusli karena Bintang habis masuk malam langsung cus ikut dolan. Akhirnya berlima. Saya, Lolo, Bintang, Rusli, ketambahan Vici. Tujuannya pertama sudah jelas. Ke rumah Lolo sambil lihat danau Soker, jane Pengklik ning Lolo ngganti dewe dadi Soker karena itu adalah nama desa nya. Sekarepmulah, Lo.

img-20190109-wa0013

Karena ini sudah direncana agak jauh hari, pas ke tempat Lolo selain nengok si danau ya makan siang di sana. La jebulane suguhane mamak nya Lolo well sekali. Ikan mujair goreng, tahu goreng, tempe goreng, telur goreng, gudangan, gorengan dari ibu nya Nidya (disangoni gitu), sama sambel bawang. Waikih, jelas kami yang dari Jogja sarapan hanya seadanya langsung ngganyang itu sajian. Wes rampung, njuk mlaku-mlaku nang danau. Ada apa? Ya blumbang gede si danau Soker. Njuk? Ya karena panas, akhirnya di sana ndak lama. Lanjut tumbas es krim di warung setempat.

Lepas dari rumah Lolo kami lanjut ke De Tjolomadoe. Objek wisata ini memang sudah menjadi incaran kami karena Lolo pernah cerita kalau tempatnya sangat dekat dengan rumah dia. Dan akhirnya kami sampai di Tjolomadoe ketika matahari dengan teriknya menyirami bumi. Panas ngenthang-ngenthang gitu, saya juga yang harus usaha beli tiket. Tapi demi mereka, saya rela. Cus ke loket tiker, per orang dihargai 25ribu rupiah. DAN! Yang membuat saya kaget adalah, ada kembalian berupa sebotol air minum. Haha. Ini membuat saya kelingan ketika dolan ke Bandung tahun lalu.

img_20190109_125526_1

Lepas tumbas tiket, lanjut masuk ke bagian dalam pabrik gula Tjolomadoe. Begitu masuk, langsung disambut oleh deretan mesin giling yang sangat besar. Tulung dicatat, sangat bwesar. Yakin lah ini gede banget. Sudah besar, memanjang pula ini deretan mesin gilingnya. Gerigi-gerigi penggilingnya Nampak kokoh dan berbaur dengan mesin pengepres tebu supaya air nira nya keluar. Lepas dari deretan mesin besar nan megah, lanjut dengan sambutan dari mesin uap dan ketelan. Ini saya nggak habis ndomblong. La itu mesin uap juga gwedene ra eram. Itu bisa buat masukin orang bahkan robot gundam kayaknya. Masuk di kawasan pabrik tersebut memang semua Nampak besar-besar dan saya sangat merasa kerdil. Dari info yang say abaca, pas terakhir mesin tersebut digunakan sebelum akhirnya tutup, produksi gula pabrik ini mencapai 129ribu kwintal gula. Fantastis!

Di dalam pabrik terdapat pula beberapa stand penjual batik dan pernak-pernik unik. Ada cafe juga dan resto. Nah, tiket yang ditumbas di loket tadi, ditukarkan di resto bagian atas dekat dengan Stasiun Ketelan ini. Di dalam stasiun ini terdapat tungku-tungku uap untuk menggerakan mesin penggiling tebu. Terdapat juga pipa saluran air di dalan pabrik. Terdapat lantai yang suah dilindungi kaca yang mempertontonkan keaslian bangunan pabrik. Ada lantai teraso yang masih asli juga. Lamunan saya kembali pada masa dahulu di mana para warga lokal dan asing bekerja di pabrik ini. Kolonial dan mengagumkan.

img_20190109_130512_1

Di dala tidak hanya tersedia etalase mesin besar yang bisa dilihat, tetapi juga ada ruangan-ruangan yang berisi diorama tentang pabrik Tjolomadoe tersebut. Ada ringkasan juga tentang berdirinya pabrik gula tersebut, lengkap dengan beberapa foto tertempel di dinding. Ada satu ruangan yang berisi gambar-gambar etnik dan bercat sulfur (semoga saya ndak salah sebut) yang kalau ditimpa cahaya ultraviolet menjadi glow in the dark. Murup gitu loh.

img-20190109-wa0070

Sebenarnya ada pemandu yang bisa dimintai tolong untuk menjelaskan tentang sejarah pabrik ini, namun ada biaya tambahannya sekitar 250ribu jadi ya sehingga. Kami tidak memakai jasa tersebut. Hehe

Setelah dari Tjolomadoe, kami melanjutkan dolan ke Pasar Triwindu. Pasar antic yang terletak di kawasan Ngarsopuro ono seakan menjadi hiden-gem. La kepie jal. Nek untuk lokasi memang mudah sekali ditemui. Tapi, yang akan ditemui di sana itu yang selalu membuat terkejut bahkan kadang ndlongop. Itu barang antic banyak banget di sana. Furniture, hiasan dinding, peralatan makan, masak, perhiasan, hingga baju ada di sini. Tak heran kalau banyak orang yang kebanyakan sudah sepuh senang di tempat ini la wong kumplit. Nek saya di sini ya Cuma senang ndelok, njuk nyari es dung-dung tape yang biasanya mangkal di sisi depan pasar. Hehe.

img_20190109_142330

Setelah dari Pasar Triwindu, kami lanjut makan di sate Pak Manto. Yup! Lanjut ke postingan selanjutnya saja yes. Matur nuwun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *