Categories
Uncategorized

Milly & Mamet; Kalau tidak dicoba, tidak akan tahu

Sudah dua tahun ini mengawali bulan Januari dengan film karya Ernest Prakarsa. Ndilalah e semua bagus. Eh, tiga tahun malah kayaknya. Mulai dari Cek Toko Sebelah, Susah Sinyal, dan tahun ini Milly & Mamet.

Film Milly dan Mamet ini memang benar-benar sebuah antitesa dari kisah cinta Rangga dan Cinta. Benar seperti kebanyakan masalah masyarakat pada umumnya malah. Tidak mendewakan keromantisan sebuah kisah cinta, meski begitu, tidak lantas sisi romantisnya tidak ada. Saya rasa Meira dan Ernest memang sudah jago cara “meromantiskan” sebuah hubungan tanpa perlu kata nan puitis dan membuat melayang hingga mabuk kepayang.

img_20190102_142638

Di film ini saya melihat benar kehidupan keluarga muda jaman sekarang. Milenial kalau kata orang kebanyakan. Rumah minimalis, kehidupan modern yang tidak bisa lepas dari gadget, obrolan lugas yang mengena, bercanda yang kadang terdengar kebablasan tetapi ngena. Ya begitu saya melihatnya. Selebihnya, di film ini saya bisa menangis karena haru (pas scene Milly dan Mamet di kantor James saling berpelukan, Mamet minta maaf ke Milly), an tertawa terbahak sampai keluar air mata juga (scene Isyana mempersilakan Mamet masuk ruangan James untuk menyusul Milly).

Sedari awal saya melihatnya memang penonton sudah digiring untuk selalu tertawa, terlihat dari sebuah prolog tentang aturan menonton film Milly dan Mamet ini. Namun, saya njuk jadi mikir. Iki kog njuk mekso kabeh kudu kudu lucu di akhir adegannya. Saking seperti itunya, saya jadi kadang merasa bercandaannya garing. Beberapa tidak berhasil membuat saya tertawa, senyum pun enggak. Ning ya sapa sek peduli ding. Haha.

Di film ini bahkan penonton sama sekali tidak teringat akan Rangga dan Cinta nek menurut saya. Penonton benar-benar menikmati kehidupan Milly dan Mamet. Tokoh ayah Milly, pegawai di pabrik milik keluarga Milly dan kehidupan Mamet membuat cerita di film ini makin semarak. Kejenakaan mereka, karakter mereka sukses membuat penonton terpingkal. Dear, Aci Resti; itu cempreng kenapa mantep banget yak? Salam, SOMAAATT!!! 😀

Wes, karena saya kebanyakan kalau cerita tentang film lebih banyak nggak nyambungnya dengan cerita film, saya tak fokus di situ saja. Saya meh cerita tentang beberapa hal yang saya “pelajari” atau ambil hikmahnya dari film Milly dan Mamet ini. Sek pertama dan langsung mak des banget alias kena di hati dan nyantol di otak adalah kalimat “Kalau nggak dicoba, kan nggak tau hasilnya”. Ya intine adalah kalimat terserbut. Itu langsung mak cleng kena nonjok kepala. Lah, iya ya! Kabeh-kabeh ki nek ora dijajal ndisik kepie le reti hasil e? sedikit banyak ini sebenernya sama dengan prinsip saya. Ya pokok e, mending getun ning uwis tau njajal daripada getun ora tau gelem njajal. Selama ada kesempatan, ya ambil ja. Apapun itu kan, ya? Perihal kerjaan, perihal kesempatan ada rejeki tambahan, perihal sebuah hubungan juga bisa. Hampir beberapa kali kalimat ini disampaikan di film ini. Ini seakan ingin menunjukan bahwa, “Eh, sutradara film ini juga pakai prinsip itu. Kalau nggak, nggak mungkin njenengan semua nonton film ini”.

Ikuti passion. Mungkin terdengar mimpi. Ning ya ndak juga. Ngikuti passion ning ya tetep nganggo nalar alias jangan nekat. Misal, passion njenengan adalah memasak seperti Mamet. Ya kudu tenanan. Jangan Cuma anget-anget telek pitik tok. Selalu ada hal yang tidak mengenakan, mari kita sebut dengan kegagalan, dalam sebuah usaha. Tapi, tetap optimis dan terus telaten akan membuahkan hasilnya menurut saya. Sapa kang temen bakal e tinemu senajan kudu nganggo teken. Gitu pokoknya.

Rembugan. Yes. Saya ndelok di film ini, masalah serumit apapun, dirembug. Selalu dikomunikasikan. Didiskusikan. Dicari solusi dari masalah tersebut. Dan, sek paling penting, dirembug bareng karo sek ndue masalah. Contoh gampangnya, di adegan pas Milly cemburu dengan Alex. Milly ngrembug karo Mamet. Iya, ada kemarahan di scene itu. Tapi njuk do dadi mikir. Iki jan e kepie to masalah Milly cemburu iki. Tidak lantas diperpanjang lebar tapi dicari kepie jalan keluar e. Sungguh sebuah saran yang tersirat.

Sekabehane, film iki apik. Khususnya untuk pasangan keluarga kecil mandiri lah. Akeh sek iso disinaoni nang film iki. Njenengan kabeh ora bakal ngrasa diguroni karena disampaikan dengan enteng dan penuh tawa. Kerja bagus, Koh Ernest! Ditunggu film selanjutnya, nggeh. Nuwun!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *