Ndak, ini saya ndak marah. Malah sepertinya terlalu bahagia. Haha
Jadi ceritane, kemarin saya pergi dolan lagi bersama geng Rapopo yang kemarin ke Bandung. Untuk kali ini, kami dolan di kawasan Jogja saja namun dengan suasana yang berbeda. Lokasinya di Museum Dirgantara AAU di dekat Bandara Udara Adi Sucipto. Jangan berpikir bahwa kami ini tertarik ke museumnya loh, ya. Dari kami berempat, hanya Rusli dan Lolo yang berniat masuk ke museum. Itu pun tidak jadi karena waktu yang tidak memungkinkan.
Kali ini saya yang punya ide untuk dolan layaknya masyarakat berpiknik jaman dahulu. Nggelar klasa, sangu panganan dari rumah, menikmati nggone dengan theng-theng crit. Dan jebulane itu menyenangkan sekali, Lur. Saya sampai terlalu bahagia dan hari ini kudu kerokan lagi karena kemarin kakean ngguyu ngakak ora percaya le dolan piknik kaya dek jaman TK.
Rencana piknik ini sudah saya rancang sebetulnya dari jauh-jauh hari. Bulan Juli kalau tidak Juni. Eksekusi yang lumayan kepontal-pontal karena kesibukan masing-masing dari kami. Hingga pada akhirnya hari kemarin dibayar lunas, saya yang menghubungi masing-masing anak tersebut.
Saya share kalau untuk piknik kemarin yang dibutuhkan adalah makanan. Makanan saya bagi, saya membawa makanan bercita rasa manis, Lolo asin, Bintang buah, dan Rusli kletikan. Untuk kebutuhan alas duduk, saya yang membawa. Kebutuhan minum ditanggung sendiri-sendiri. Sudah semua lengkap, siap lah berangkat dan menuju ke lokasi.
Tiba di museum, karena museum ini satu komplek dengan perumahan tentara, maka kartu identitas ditinggal di pos penjagaan depan. Kemudian di kawasan dalam hanya dimintai parkir dua ribu rupiah untuk sepeda motor. Kalau mobil tiga ribu rupiah. Eh, petugas menyebutnya biaya kebersihan ding, bukan parkir. Hehe
Sampai di area halaman museum, sudah barang tentu disambut dengan segambreng dan seabreg pesawat di sana sini. Langsung kami memilih lokasi untuk thenguk-thenguk nggelar klasa. Dipilihlah lokasi yang di area timur, sengaja memang karena Rusli begitu ingin bisa melihat pesawat mendarat. Beruntung kemarin mendung-mendung manja jadi sampai dengan hamper pukul dua belas siang kami tidak terkena panas terik matahari. Makanan ludes bersamaan dengan mengalirnya cerita dan gojegan kami.
Kalau dipikir-pikir, piknik semacam ini tergolong tidak biasa la wong kami ki sudah cukup tua nek urusan untuk dolan yang seperti anak belasan atau baru lulus kuliah. Tapi, ini menyenangkan dan cukup terjangkau hitungan pengeluarannya. Nek dikatakan hanya berbekal dua ribu rupiah saja ya tidak wong panganan dan minuman tidak dihitung. Namun, jika dibanding dengan yang sitik-sitik tumbas, ini lebih terjangkau dan menyenangkan. Kalau bahan bakar yak arena saya dari Ganjuran ya seliter nyukupi.
Sepertinya sampai dengan beberapa dolan kedepan, piknik seperti ini akan menjadi pilihan saya. Menyenangkan dan terjangkau. Ke lokasi piknik hanya untuk bonus karena yang terpenting adalah acara theng-theng critnya. Berkumpul dengan teman untuk bercerita sambil makan bekal, lokasi menjadi hal yang kesekian apalagi kalau di museum. Kalau di Jogja ada semacam taman yang nyaman untuk duduk-duduk dan makan bekal, mungkin akan sangat ramai dan nyenengke. Tidak banyak yang ngamen juga. Ya kalaupun ada yang ngamen, ngamennya mangkal gitu di pojokan taman. Ben sebagai pengunjung ya nggak seperti dipaksa mau memberi apresiasi dalam bentuk uang.
Kapan ya? Eh, Bantul ndisik wae ding. Hehe. Kapan, pak Bupati?