Akhirnya, setelah menanti sekian bulan karena rasa penasaran gembar-gembor kalau buku nya bagus, kemudian iming-iming trailer yang mengundang rasa penasaran, akhirnya kemarin saya menyempatkan untuk nonton film ini. Betul-betul menyempatkan karena saya sampai mau berkorban ekstra tambahan biaya karena nonton nya di Premier seat. Yes! Ning akhirnya ya tak reimburse ke simbok ding. Hehe
Dikisahkan kalau keluarga Young adalah keluarga nan kaya di Singapura dan punya anak bernama Nicholas. Dia tinggal di New York lantas jatuh cinta dengan Rachel Chu. Perempuan biasa saja namun pintar. Ya iyalah, professor ekonomi di NYU. Jangan Tanya saya itu di mana, monggo cari di peta.
Kehidupa percintaan mereka lancar saja di New York. Tapi, menjadi polemic ketika di pertemukan dengan tradisi Cina dimana ada istilah “Orang Kita” untuk memilih pasangan. Iya, Rachel Chu memang keturunan Cina, tetapi dia besar dan tumbuh di New York di mana itu ya nggak Cina banget bagi keluarga Nick. As always, perjalanan cinta memang nggak selalu mulus, sis. Tapi ya tetep happy ending kog di film ini.
Saya akan bercerita tentang scene ketika Colin menikah dengan kekasihnya. Bukan, bukan ketika mereka berjanji di altar. Tetapi, ketika Rachel dan Nick saling tatap dan saling melontarkan kata cinta. Ya Allah, saya mewek. Haha! Tidak berhenti sampai di situ, itu lagu yang dipakai pas scene itu juga nonjok. Hadudududududu! Itu kenapa bisa bagus banget pas di adegan itu dan pas. Bener-bener pas nek untuk saya.
Itu baru adegan yang nomor satu, karena saya punya adegan favorit dua lagi dari film ini. Jadi, ketika Astrid tahu kalau suaminya selingkuh, akhirnya kan dia memutuskan untuk meninggalkan suaminya dan pergi bersama anak semata wayang mereka. Nah, pas Astrid mau pergi itu, dia ngomong sama suaminya kalau suaminya ini ya pengecut. Bukan salah Astrid kalau dia lebih kaya dari suaminya, dan bukan salah Astrid juga kalau suaminya selingkuh. La wong ya memang suaminya itu lebih tidak percaya diri akan dirinya.
Dari adegan tersebut, saya njuk jadi mikir, la iya, cen kita ki nek bisa ya cari pasangan yang bisa berbagi value yang sama. La nek untuk berbagi value yang sama saja ndak isa, bagaimana akan survive kedepannya? Ya perkara apa saja nek menurut saya, bukan melulu tentang materi, tetapi juga tentang hidup dan menghadapi cobaannya. Sebagai seorang perempuan, terlebih di Jawa, menjadi lebih dibanding lelaki ki ya sering dipandang tidak elok bagi beberapa orang. Nek isa ya jangan munjuli. Ya cukup di tataran setara. La padahal kan nek isa ya carane mikir nggak gitu. Missal ndilalah e yang perempuan lebih mampu, kenapa tidak belajar dari kegigihannya bekerja? Kalau yang perempuan ndilalah e sekolahnya lebih tinggi, la bukannya bagus? Malah iso mendidik anak menjadi lebih pintar dan semoga lebih baik dari kedua orangtuanya toh? Gitu ndak kira-kira?
Selain itu, di film ini saya kog dibuat nganga dengan set di tiap scene nya. La ya jeneng e wae Asian ya, so taste of Indonesianya saya kog kadang nemu. Mulai dari ibu-ibu sosialita yang menggunakan pakaian bagus-bagus dengan perhiasan nan elok. Ya gitu wes ya, pas pesta bujang Colin juga sepertinya hura-hura seperti tidak ada hari esok gitu.
Adegan yang membuat saya kembali punya beberapa kalimat untuk misalnya, nanti agak mellow drama nan menyayat luka adalah ketika Rachel Chu bertemu dengan mama nya Nick di rumah mahyong. Nah, saya ini tidak begitu bisa dan paham malahan dalam bermain mahyong, tapi di sini njenengan bisa belajar sedikit tentang mahyong kog kalau berminat. Dan ndilalah e ya saya nggak mau cerita tentang mahyongnya, ya nyrempet sitik oke lah. Jadi, di situ Rachel bilang sama Eleanor kalau misalnya, suatu hari nanti Nick menikah dan bahagia bersama istrinya, itu semua karena jasa Rachel mengalah untuk menolak lamaran Nick. Mak dheg ora kui rasane? Kui nek nang dunia nyata, nek saya yang ngomong lak mesti uwis karo nrocos-nrocos ra karuan. Sedih akutu.
Saat permainan mahyong tersebut, Rachel juga mengalah kepada Eleanor dengan jalan memberi salah satu balok mahyong. Itu jadi semacam symbol kalo Rachel Chu mengalah kepada Eleanor. Mengalah untuk kalah gitu wong akhire ya Rachel menerima Nick. Eleanor diperankan oleh Michele Yeoh yang cantik namun angkuh penuh percaya diri. Well tenan og cenan. Pemeran utamane, Rachel adalah Constante Wu sedangkan pemeran Nick adalah Henry Golding. Kabarnya ini merupakan film pertama Henry, jadinya kalau dia agak sedikit terlihat kaku ya kita maklum saja. Njuk, siji engkas, Henry Golding itu ada darah Indonesianya gitu. Jebulane ya.
Ya, orang kaya mah bebas. Mau apa tinggal nyah nyoh. Termasuk beli gong langka di Vietnam. Kenapa dibeli? Ya karena mereka bisa beli. Dah, case close. Btw2, nek njenengan selo, bisa lahmampir di Twitter, ada #CrazyRichSurabaya yang bisa membuat njenengan semua sadar kalau jebulane, nang Indonesia ki uwonge suwogeh-suwogeh. Monggo 😀