Categories
Uncategorized

Dolan nang Semarang

Sudah lama, lama banget malahan, pengen dolan nang Semarang. Sudah berapa orang tak ajakin dan tak janjiin, tapi yak arena rencana Tuhan pasti indahnya, kemarin kesampaian deh. Hamdalah. Puji Tuhan 😀

Note: Tulisan kali ini akan sangat panjang. Please prepared yourself. Sek sabar, nggeh. Nuwun.

Berangkat jam enam pagi dari rumah di mBantul iring kidul. Lanjut ampir-ampiran, akhirnya kurang lebih jam 8 pagian baru bisa benar-benar ucul dari Jogja menuju Semarang. Mampir sebentar di Ungaran 9, untuk istirahat sebentar. Apa itu Ungaran 9? Bisa dibilang ini rest area. Di sini ada resto, taman, museum kopi, dan tempat pengolahan kopi. Untuk makanan ya standar rest area. Masuk museumnya bayar lima ribu, kalau mau lihat pengolahan kopi ya bayar lagi 20ribuan. Ada apa di museum dan bagaimana pengolahan kopinya? Monggo datang langsung ke Ungaran 9. Hehe

Lanjut perjalanan ke Semarang, lewat tol, entah apa namanya ning pemandangane apik. Saya terkagum-kagum. WOW! *ndeso yo ben

Ndilalahe pas sampai Semarang pas masuk jam luhuran, mampirlah ke Masjid Raya Jawa Tengah. Sudah pernah ki sini sebelumnya, tapi itu beberapa tahun yang lalu. Lalu banget, sampai lupa tahun berapa. Adakah yang berubah? Tidak sama sekali. Ya gitu-gitu aja. Mau berharap apa?

Lanjut ke tempat ngemil sebenernya karena porsinya yang kalau tumbas siji ora bakal wareg. Leker Paimo. Tempatnya di depan SMA Kolese Loyola Semarang. Monggo cek Google Map untuk lokasi tepatnya. Tempatnya benar-benar pinggir jalan dan ramenya lumayan kemarin, padahal bukan hari sekolah wong masih libur. Harga paling murahnya 2 ribu saja, harga tertingginya sekitar 16ribuan. Ada yang gurih dan ada yang asin. Khusus untuk yang asin ini, isiannya bisa kustom. Telur, jagung, sosis, tuna, kornet, dll. Telurnya telur ayam utuh ukuran kecil/sedang. Jadi ya sehingga. Ambil 2 porsi saja bisa wareg. Nek yang manis ada sesederhana cokelat sampai semeler-meler mozzarella atau Nutella. Nyam pokokmen!

Tempat dolan berikutnya adalah golek oleh-oleh. Kenapa oleh-oleh, karena mau ke Kota Lama yang mana adalah main course dari dolan ini di sore hari. Akhirnya ke wilayah pusatnya bandeng. Tumbas bandeng, ngicipi lumpia, dan tahu bakso. Enak kabeh. Saya mah, makanan apa yang nggak enak wong adanya enak sama enak banget. Hehe

Tahu bakso dan bandengnya harganya beragam banget. Paling ekonomis, sebungkus isi dua potong harganya 10 ribuan. Untuk tahu bakso, harga paling rendahnya enam ribu lima ratus rupiah untuk bahan baku ayamnya. Nek lumpia, harga tertingginya lima belas ribuan satu lumpia dengan ukuran gede pokokmen. Rasa enak kabeh. Kabeh pokmen. Bandengnya ukurannya, nek boleh saya mengibaratkan ukuran baju, dari S-XL. Harganya bervariasi, dari 30 ribuan sampai 50 ribuan. Tergantung dari ukuran dan variasi cara memasaknya.

Setelah tumbas oleh-oleh, lanjut ngadem sebentar di McD, kemudian ke Kota Lama. Waini! Di sini pokoknya foto-foto yang banyak dan mblusuk sana sini. Sayangnya kawasan ini baru diperbaiki jadi sedikit terganggu dengan banyaknya alat berat dan kondisi jalanannya yang amburadul. Saya terkagum-kagum dengan wilayah ini. Bangunannya cantik semua! Kuno, ditinggalkan, berlumut, tidak terawatt, tapi megah dan bikin nganga. Saya sampai bisa membayangkan di jaman dulu, kawasan ini, tempat para noni-noni Belanda hilir mudik menuju ke gedung yang satu menuju gedung yang lain. Gereja Blenduk dengan bangunannya yang megah berbaur diisi tidak hanya oleh Belanda, namun juga oleh warga pribumi pada jaman itu. Merinding dengan semua hal yang tiba-tiba Nampak nyata di angan saya. Wedana, rakyat biasa, dokar, sepeda ontel, semua hilir mudik memenuhi jalanan di kawasan kota ini dengan tampilan hitam putihnya nan sederhana namun mempesona. Untuk beberapa saat saya hanyut dalan imajinasi nostalgia sendiri. Mungkin, suatu saat nanti, entah kapan, saya akan kembali ke sini, untuk kembali menikmati imajinasi saya. Suatu hari nanti.

IMG_20180711_150150

Kog tidak ke Lawang Sewu? Kebetulan tempat wisata yang satu ini tidak didatangi karena mau fokus ke Kota Lamanya. Embuh kapan, semoga ada rejeki ke Semarang lagi dan menyambangi tempat ini. Amin.

Selesai mubeng-mubeng, lanjut makan siang gule kambing di dekt Gereja Blenduk. Ini adalah gule dengan rasa sangat khas dan kuat serta nyamleng yang pernah saya makan, namun kuahnya bening dan menyegarkan.  Kalau berbicara porsi, ini sangat kurang untuk saya, apalagi kalau pas lapar. Walakin, karena sudah diisi banyak sekali cemilan dan minum, porsi yang ukuran S itu cukup untuk perut saya. Selain gurih, terdapat rasa pedas dari ulekan lombok yang langsung dilakukan di piring gule tersebut. Ringan tapi nampol. Semuanya well.

Selesai foto-foto dan ngisi amunisi untuk jalan lagi, lanjut muter ke wilayah dekat pelabuhan. Saya yang biasanya tinggal di wilayah pantai selatan, kemarin blusukan sampai pantai utara pulau jawa. Sempat lewat di kawasan girli alias pinggir kali kalau saya tidak salah. Rasanya? Asing. Semarang sisi ini rasanya penuh perjuangan dan berat. Ada sisi hati yang kering. Tapi, hidup ya tetap berjalan.

IMG-20180712-WA0000
Sumbe: Instagram/dolanesiayk

Akhirnya senja datang dan dilanjutkan ke Es krim Conglik. Entah kepanjangan dari apa, tapi rasanya enak! Saya suka. Pantas mendapatkan pujian. Nek untuk harga, dengan es yang seperti es dung-dung ideran kalau di Jogja, ini tergolong duwur. Se skop es krim dihargai sepuluh ribuan. Pas kemarin ngicipi yang rasa duren, terdapat satu biji durian ukuran S. nek urusan rasa, rasah ditakonke. Iki enak. Enak banget. Pilihan rasanya ada cokelat, alpukat, kelapa, dan durian. Semuanya, khususnya yang buah, menggunakan buah aslinya di es nya. Jadi ya sehingga. Sepuluh ribu yang worth it.

Rampung di es Conglik, lanjut di sega goreng babat. Tidak ada rekomendasi atau yang harus didatangi kemarin. Akhirnya iseng tanya penjual es nya. Diberi saran ke sega babat Pak Bandi. Kesanalah tujuan berikutnya dan ternyata rasanya lumayan. Besar kemungkinan karena saya tidak begitu lapar, jadi rasanya ya lumayan saja. Hehe

Lumayan enak. Besok-besok mau lebih bisa ngerem jajanan atau ngemil supaya bisa merasakan keorisinalitas sebuah makanan dan memberikan penilaian yang seobjektif mungkin.

Akhirnya selesai makan sega goreng babat, perjalanan pulang pun dimulai. Terima kasih, Semarang. Pankapan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *