Categories
Uncategorized

Tersaring

Ini bukan ngomongin meres kelapa trus disaring menghasilkan santan. Ini akan sedikit bergeser ke hal yang lebih luas.

Bermula dari sebuah pengalaman buka puasa kemarin. Jogja dengan begitu banyaknya hotel dan resto tentu saja menawarkan beragam harga untuk dibayar, paketan buka puasanya tentu saja. Mulai dari yang seharga lima belas ribuan sampai dengan 150 ribu an. Mulai dari yang di pinggir-pinggir jalan berupa lesehan, hingga yang nyaman dan penuh kemewahan. Semua ada, monggo tinggal pilih saja.  Dari yang disajikan dengan prasmanan, sampai yang diladeni karena harganya paketan.

Keberadaan hotel dan resto tersebut tentu saja memiliki penggemarnya sendiri-sendiri, atau kalau mau menggunakan bahasa yang lebih banyak dipakai, mempunyai kelas nya sendiri-sendiri. Katakanlan yang seharga 15 ribu, pasar yang dituju tentu saja sekelas anak sekolahan, kuliah, atau pekerja yang mau berhemat atau tanggal tua. Sedangkan untuk yang seharga sampai 150 ribu mungkin ditujukan bagi mereka yang kelasnya menengah ke atas, golongan pekerja di tanggal muda, golongan mereka yang pebisnis dengan untuk berpuluh juta sebulannya, bermacam dan beragam tentu saja.

Nah, dari harga yang dipatok saja sudah bisa dilihat bahwa para pembelinya tersaring menjadi beberapa kelompok. Akan lebih bisa dilihat lagi dengan perilakunya tentu saja. Info tambahan, tulisan ini akan fokus di perilaku, jadi akan bisa dilihat apakah yang tumbas paket 15 ribu perilakunya sopan dan taat aturan, atau pembeli paket 150 perilakunya bar-bar tidak tahu aturan.

Tidak bisa lantas dijadikan patokan sebetulnya, karena ini hanyalah laporan pandangan mata. Bukan menggunakan data dan analisis yang ndakik-ndakik. Berbagi saja, bahwa saya pernah menemui hal seperti ini dan menjadi salah satu cara saya menilai orang.

Lanjut, nggeh. Nah, ndilalahe yang saya lihat ini kog dua-duanya, jadi yang harga 15ribu saya lihat bagaimana perilakunya dan yang harga 150 ya saya lihat bagaimana perilakunya. Mereka yang tumbas pas di harga bawah, bukan 15ribu, kog ya ndilalahe ki terkesan srudag-srudug. Pas juga saya waktu itu lihat di sajian prasmanan. Mungkin karena takut makanan habis, mungkin karena ingin segera berbuka. Sehingga, membuat mereka seakan berebut untuk segera mendapat makanan. Padahal ya harga yang dibayar sama, saya pikir fasilitas yang didapat juga akan sama. Kalaupun misalnya, terdapat makanan yang ndilalahe habis, ya tinggal ngomong saja ke petugas, nanti juga akan ditambahi. Menunggu 5-15 menit karena baru disiapkan kan juga tidak apa. Pihak pengelola pasti sudah memikirkan tentang kenyamanan tamu dan segala hal yang terkait dengan itu.

Berbeda dengan yang harga bawah tadi, mereka yang membayar lebih, perilakunya, menurut saya, lebih tenang. Mengambil makanan seperlunya, sekiranya nanti kurang, mengambil lagi secukupnya. Tidak berlebihan, mengambil makanan dengan tertib, tidak menyerobot antrian, apabila makanan habis, info ke petugas, menunggu hingga makanan siap disajikan dengan tenang, dsb-dsb. Terlihat perbedaan yang mencolok diantara dua pilihan harga tersebut.

Saya bisa saja keliru, tetapi sepengamatan saya ya memang begitulah keadaannya. Tidak dipungkiri juga kalau bisa saja yang membayar harga bawah perilakunya bagus, dan yang membayar harga mahal perilakunya lebihh bar-bar. Ada hal yang bisa saja saya tidak tahu dan itu membuat saya salah. Namun demikian, menjadi orang dengan perilaku baik tentu tidak bisa diberi harga yang seenaknya juga to? Yuk, mulai dari sekarang, dilatih lagi untuk berperilaku baik. Saya juga sedang mengingatkan diri saya sendiri 😀

Btw2, nek njenengan sudah tersaring dengan apa?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *