Tidak, saya tidak akan mengajari njenengan semua arti dari peribahasa atau judul di atas. Saya, sekarang, mau berbagi pengalaman saya berhadapan dengan orang-orang yang suka tidak mematuhi aturan. La padahal mereka ini ya tidak bisa dibilang orang sembarangan dalam artian yang tidak pernah diajari sopan santun. Saya yakin beberapa orang yang saya temui itu ya orang yang sudah mengenyam bangku sekolah dengan baik dan pergaulan mereka tentunya tidak dengan sembarangan orang seperti orang-orang yang tidak tahu aturan.
Di jalan saja, kalau warga yang baik dan tahu kalau melanggar aturan akan mencelakakn diri sendiri dan orang lain, aturan harus di patuhi. La ini di rumah orang lain, istilahnya, sebagai tamu, ya sewajarnya nek menurut saya, mematuhi aturan dari si tuan rumah. Orang-orang sekarang ini terkadang mau pakai aturan mereka sendiri meskipun itu berada di lingkungan orang lain. Ya wangune lah kudune, mosok nang ngomahe liyan njenengan yak-yak an. Apa ya ndak malu dengan diri njenengan sendiri yang disekolahkan dengan baik oleh orang tua njenengan e ladalah kog sak kerep-karep e dewe.
Nek njenengan butuh kasus dari yang saya mau ceritakan ini, maka saya akan cerita. Jadi, beberapa hari lalu saya berkesempatan untuk datang ke salah satu tempat berenang. Aturan yang berlaku adalah, memasuki area kolam renang, meskipun tidak berenang, pengunjung tetap harus bayar. Saya ya sudah selesai transaksi pas itu. Kejadian tidak mengenakan itu terjadi kepada pengunjung setelah saya. Mereka berkeberatan untuk membayar dengan alasan tidak berenang kog diminta membayar harga yang sama. Pihak pengelola sudah menjelaskan kalau biaya yang dibayarkan tamu ke kolam renang meskipun tidak berenang adalah wujud kompensasi karena ikut menggunakan fasilitas dan area di kolam renang yang sebenernya ditujukan untuk tamu berenang saja. Saya mahfum karena ya kolam renang memang kecil dan tempat untuk duduk bahkan meletakan tas juga terbatas. Akan tetapi, pengunjung tersebut ngotot untuk tidak mau membayar, malah membandingkan tempat tersebut dengan tempat yang lain. Sampai di sini saya lalu lemas dan tidak habis fikir. Bagaimana bisa, pengunjung tidak mematuhi aturan yang dibuat oleh pengelola. Menurut saya cukup logis aturan tersebut dibuat karena ya keadaan di tempat tersebut memang tidak memungkinkan untuk menerima tamu melebihi kapasitas. Misalnya, nanti kalau sampai berlebihan ya yang nggak nyaman kan pengunjung sendiri. Sangat tidak mungkin pemilik tempat yang menjual jasa akan bertaruh kenyamanan pengunjung, dalam hal ini pemilik tempat renang tersebut.
Kalau saya sendiri, mencoba untuk memahami kenapa sebuah aturan dibuat. Itu semua jelas untuk kebaikan bersama. Ini bukan berarti saya ya njuk taat aturan banget. Tinggal di Jogja jelas membuat saya tidak taat aturan namun tetap berbudaya #halah
Melanggar aturan ya melanggar saja. Saya termasuk yang sering melanggar lampu merah dengan menerapkan sistem belok kiri-belok kiri supaya cepat. Menurut saya ya ini saya masih aman meskipun jane ya tidak layak dicontoh. Nek diitung kayaknya banyak juga saya melanggar aturan. *dikeplak
Sekarang ini saya mulai untuk mengurangi tindakan melanggar aturan karena ya ketika melanggar aturan itu, berarti mengambil hak orang lain. Mosok, sudah tahu peribahasa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, kog tidak taat aturan. Semoga selalu ingat dengan ini. Yuk, mulai taati aturan. Ben kabeh nyaman.