Kali ini nggak ngomongin babagan makanan dulu. Meh ngaya wara yang lain tapi yang sedikit ada sangkutannya sama makanan. Bukan, bukan jenis makanan, tapi tentang sebuah sensasi makanan yang disebut pedas.
Akhir-akhir ini kan buwanyak buwanget ya alternatif makanan yang pakai sense pedas dan ini nggak berlaku untuk makanan kering macam ayam geprek, penyetan, atau apalah yang melibatkan sambal sebagai pendamping tetapi juga sudah merambah ke makanan berkuah seperti sebut saja itu sop merah, bakso uleg yang sambalnya diuleg langsung dimangkoknya, dan itu si soto Kemasan. Iya, oke, makanan itu mungkin sudah sangat lama ada, tetapi, adanya kabeh-kabeh kudu pedes kan ya bisa dikatan baru akhir-akhir ini to? Pernah mendengar tentang Indomie Goreng Adek Kakak yang katanya bisa request tambahan cabai sampai 100 buah? Itu lebih embuh lagi untuk saya. Saya nggak bisa membayangkan bagaimana itu mulut bakalan megap-megap atau enyor. Ambyar sudah itu pasti tilis esok harinya. yakin saya.
Entah kenapa, saya yang mulanya sangat suka dengan hal yang berbau pedes kemudian menjadi eneg bahkan lebih ke bosan. Saya sekarang ini menjadi berpikir bahwa makanan yang pedasnya berlebih itu malah menghilangkan rasa enak dari sebuah makanan. La anane gur panas dan pedes sampai enyor j. itu sedikit banyak malah membuat saya tidak bisa menikmati “kenikmatan” dari makanan tersebut. Selain pedas, manis dengan tambahan kecap juga membuat saya menjadi giung kalau kata orang sunda. Kelegen kalau kata orang Jogja. Terkadang saya malah iyah iyuh sendiri karena terlalu manisnya.
Kemudian, keseloan saya mak bedunduk ngaya wara ke bahwa kabeh-kabeh ki sek kepunjulen ki ora apik, Dek. Jadi, baiknya ya memang sak madya wae. Mbumboni panganan ya sak cukupe, menjadi orang yang suka membantu ya secukupnya saja karena ya malah terkadang di manfaatkan meskipun ya jane ora salah-salah banget menjadi orang yang sering dimanfaatkan, bahkan nek perlu, ya menyayangi ki ya sewajarnya wae, Dek. #eh