Beberapa kali pas nonton di bioskop sering selintas melihat poster film ini dan kemudian mbatin “ Aku sesok meh nonton film iki nek uwis tayang”. Dan, ya, akhirnya kemarin nonton.
Film ini kan remake dari judul yang sama sekitar 30 tahun lalu. Meskipun demikian, isu yang diangkat tidak jauh berbeda. Saya pribadi belum pernah menonton film yang 30 tahun tersebut dan novelnya juga belum baca, jadi ya saya menikmati film ini tanpa ada harapan akan seperti apa dan bagaimana. Saya juga hanya sempat dengar selenting dua lenting bahwa kurang lebih film ini mengangkat cerita tentang seorang pemuda bernama Nick yang jatuh cinta kepada perempuan paruh baya bernama Arini. Terpaut usia yang lumayan banyak, sekitar 12 tahun, nyatanya tidak membuat nyali Nick ciut kemudian menyerah. Bahkan, ketika tahu bahwa Arini sudah pernah menikah dan punya anak. Maju terus pantang mundur pokoknya.
Arini yang diperankan oleh Aura Kasih sukses membuat saya ndomblong, la kepie jal? Itu mbak Aura Kasih ki uayune rek! Pol-polan. Subhanallah. Pas ketus aja cantik itu orang, apalagi pas senyumnya terkembang di akhir film ini. Haduuuh. Seneng ndeloke. Selain ya cen dasare ayu, dandanane ki ya nggak menor-menor banget gitu. Sederhana tapi elegant. Asek!
Bagaimana dengan Nick yang diperankan mas Morgan Oey? Wes lah ta, jangan ditanya. Saya ngefans sama mas Morgan sejak dia ada di film Sweet Twenty. Itu pas scene dia dinner sama dek Tatjana itu jan haduuuuuuhhh.. Gogrok atiku, mas. Di awal film diperlihatkan betapa Nick adalah orang yang penuh semangat dan optimis. Beberapa hal dalam hidupnya terjadi spontan dan dia mengalir begitu saja. Sekarep-karep e lah. Sempet juga saya mbatin “ Iki nek aku sek diusili uwong koyo Morgan ya seumur urip we gelem, Cah”. Haha 😀
Di awal film juga diperlihatkan bagaimana ketusnya Arini menolak Nick saat Nick mulai melakukan pendekatan. Ya tolonglah, situ bayangin aja, Arini kan pernah gagal dalam perkawinan karena ternyata bojone demenan ro kancane dewe. Kan nyebeli. Kog njuk mak bedunduk ana ucul-uculann lanangan bocah nyeraki. Kan y awes bener nek Arini kudu ngati-ati.
Nek saya, cukup puas dengan film ini. Ceritane oke. Potongan-potongan gambarnya rapid an tempat-tempat yang dipilih untuk scene di film ini juga bagus. Menghibur sekali nek untuk saya.
Drama atau kisah cinta beda usia memang sebenernya banyak banget ceritanya dan sebenernya itu ada di sekitar njenengan dan saya. Ndilalahe, ini beda usia dan kondisi salah satu pasangan sudah pernah menikah. Lebih khusus lagi, ini perjaka dapat janda. Apakah ada yg salah? Nggak sama sekali. Biasa saja. Cinta kan berlaku untuk semua usia, dan nggak ada yang tabu dengan menikah di usia yang sudah matang (kalau nggak mau disebut tua). Itu nek pendapat saya loh, ya. Etapi, btw2, kalau di tempat saya tinggal, kasus seperti Nick dan Arini itu kalau si pihak perempuan masih suka bikin sajen, bunga sajennya berguna untuk obat dompo. Do you know what dompo is? Dompo itu kalau jaman sekarang sering disebut herpes. Lebih khusus lagi, dompo kembang disebutnya di tempat saya tinggal.
Back to Nick and Arini case. Jadi, begitu sodara-sodara sekalian. Sek penting njenengan yakin. Kabeh-kabeh ki uwis ana sek ngatur, iya to? cinta itu untuk semua, rabi tua ki ra tabu. Biasa aja. Lambene liyan sek lebay.