Maret ini saya mulai menertipkan diri untuk rajin olahraga. Mulai dari kembali lari sore atau ikut kelas senam yang jan-jan e, le daftar uwis kawit Desember ning lagi iso melu kelas sasi Maret amarga awaku keset. Oke, tekan semene njenengan paham ya?
Sebernya, ikut kelas senam bukan sekali ini saja. Tahun lalu juga pernah ikut tetapi hanya bertahan satu kali berangkat saja karena ya apalagi kalau bukan malas, sodara-sodara. Njuk akhirnya ditambah dengan teman sekelas senam yang pindah ke luar kota, sukses membuat saya ora melu senam meneh. Akan tetapi, agaknya Gusti Allah menghidayahkan lagi kepada saya untuk ikut senam karena saiki rasane awak uwis uwabot, apalagi kalau pas kondisi pup dan jongkok pula hadeeeehh.. Maturnuwun, gaes. Durung ana sepuluh menit uwis sok grinngingen. 🙁
Hari pertama masuk kelas, celingak-celinguk nggak jelas karena ya rung ana sek dikenal kog ya. Akhire ya menyalami ibu-ibu yang sudah ada di lokasi. Memperhatikan sekeliling sambil memakai sepatu, njuk tak tinggal dolanan hape sampai kelas dimulai. Kebanyakan memang ibu-ibu paruh baya tetapi jangan salah, jebulane mereka ini energinya WOW! Selama kurang lebih 60 menitan, badan dipaksa untuk bergerak mengikuti gerakan instruktur dan seakan tiada jeda. Saya, yang benar-benar masih pemula, sampai lebih sering misuh dan berharap kelas segera berakhir. Kesel, Sri!
Selain trengginasnya ibu-ibu di kelas senam yang saya ikuti, mereka ini juga tergolong barisan ibu-ibu dengan tingkat percaya diri yang misuwur. La, bagaimana tidak? Beberapa pakaian yang mereka kenakan layaknya memang pakaian senam dengan beberapa bagian yang terbuka di sana (perut), sini (belahan dada). Masalah saya bukan di pakaiannya, ya. Saya fokus di kepercayaan dirinya. La saya aja pas itu milih pakai kaos oblong celana pendek aja je. Tapi ya nggak papa, bebas aja kalau sama saya mah.
Selama di kelas, selain mengikuti gerakan dari instruktur, otak saya juga berfikir. Bagaimana jika, salah satu dari suami ibu-ibu itu, demenan dengan sesama ibu-ibu senam dengan alasan la awake kae luwih apik kog. Apa ya para ibu-ibu ini akan kuat secara lahir dan batin? Ya ra ana sek reti, Sri! Belum lagi tentang “persaingan” antar ibu-ibu senam ini dalam berpakaian. seakan semua berlomba menjadi yang paling terbuka bajunya. Paling ngejreng warna pakaiannya, paling bagus merk baju atau sepatunya, bahkan mungkin paling bagus bentuk badannya. WAIT! Ngopo iki malah ngrasani dan ngaya wara, jal? Wes, cukup semene wae. Pokmen gitu. Hala ibu-ibu senam! Salam Olahraga!