Hampir tidak ada manusia yang sempurna. Nek itu sudah jelas lah ya. Dan terkadang, criteria sempurna itu ya jane buatan manusia saja, nek menurut saya. Sempurna itu ya yang tubuhnya langsing, tinggi, kulitnya putih, rambutnya hitam, panjang, dan lurus, dsb-dsb. Nah, trus kepie dengan orang seperti saya? Saya yakin, ada banyak perempuan selain saya yang tidak percaya diri dengan kondisi badannya sendiri. Lalu, siapa yang membuat dia menjadi percaya diri? Selain dirinya sendiri tentu saja ya karena ada sisi lain diri dirinya yang bisa dibanggakan, prestasi, misalnya. Atau, ya, memang dasarnya cuek. Ndilalahe, saya ya yang terakhir itu. Malah lebih ke luweh. Hehe..
Jika mempunyai awak lemu itu bisa dari turunan, maka saya adalah salah satu dari sekian banyak yang kena. La kepie, jal? Wong bapak saya lemu. Tapi, jika tidak demikian, itu semua yak arena memang saya orangnya dokoh. Dan, nggak ada yang salah to? *pembelaan
Hal yang menjadi fokus utama saya adalah, masih adanya orang yang menganggap lemu itu jelek. Lemu itu sebuah kesalahan terbesar dalam hidup. Lemu itu nista, pokoknya elik. Kan mesakne to? Padahal, kalau lemu itu sudah menjadi ciri khas. Mbok ya sudah. Diterima dengan ikhlas saja sembari memaksimalkan potensi diri. Misalnya, lemu yo ben ning iso mangsak enak. Trus ndue usaha warung makan. Lemu yo ben, ning iso dadi guru sek apik. Lemu yo ben, wong ora njaluk pangan liyan, ora ngrepoti, nek janji ora mblenjani, bocahe ndemenakne, dll-dll.
Apa salahnya menjadi orang dengan awak lemu? Wong itu malah memudahkan untuk bisa dilihat dari jauh. Sek membuat saya kadang risih, kalau ada orang yang nggak kenal-kenal banget trus komentar “ kog koe saiki lemu j”. eh, hellaaaww. Koe sopo? *dijawap ro mbleyer
Nek menurut saya, kalimat seperti itu tidak baik diucapkan apalagi kalau tidak begitu kenal. Katakanlah, ketemu tiap sebulan sekali wes. Atau, berinteraksi secara intens. Kan wagu dan nggak sopan to? Wong menurut saya, ketemu setiap hari saja tetep nggak baik kog kalau ngomentarin bentuk badan. Apalagi ini yang kenal aja enggak, ketemu aja jarang. Kan jadi hakdesh banget, to?
Menjadi orang yang blak-blakan dan ngomong apa adanya memang bagus, tetapi akan lebih bagus kalau tahu tempat dan lawan. La kalau kondisi tidak begitu kenal, dan di tempat umum. Kog langsung mengomentari bentuk badan. Kan *insert kata-kata pisuhan*.
Saya juga orangnya sak kecekele kalau ngomong dan itu juga sedang saya kendalikan. Semoga saya bisa. Dan kalau saya bisa, njenengan juga pasti bisa J
1 reply on “Lemu Yo Ben!”
[…] postingan ini, saya menuliska sebuah pembelaan versi saya tentang menjadi lemu atau berbadan besar itu tidak […]