Cara pandang saya akan kematian sekarang ini sudah tidak lagi sama dengan cara pandang saya akan kematian di tiga atau empat tahun lalu. Dahulu, saya sangat heran bagaimana mungkin orang bisa mati. Dan kalimat yang keluar ketika saya mendapati berita akan kematian adalah sama dengan cara bapak saya, “kog iso”. Ya begitu itu. Pokoknya ada orang mati. Trus dikubur. Gitu.
Dahulu, rasa haru, bersedih, berduka dan seakan dunia akan runtuh begitu kentara. Saya memang mudah terharu anaknya. Dan mudah ikut nangis kalau ada yang nangis atau yang paling gampang saja, membaca cerita yang mengharu biru gitu.
Semenjak ditinggal bapak, saya memandang kematian sebagai fase dalam hidup yang harus dijalani dengan ikhlas. Seperti sebuah jalan yang memang kita harus melewati situ dan rasanya seperti itu dengan pemandangan yang begitu. Ketika bapak tidak ada, saya terlihat sangat tegar dan biasa saja dihadapan para tamu. Saya memang menyimpan rasa duka saya ya untuk saya sendiri karena keadaan saat itu ibu sangat terguncang. Kalau saya tidak kuat dan menguatkan beliau bisa menambah repot orang lain, pikir saya waktu itu.
Ketika ada yang mati, sekarang-sekarang ini, saya lebih ke yang memendam rasa sedih dan haru serta duka saya ya untuk diri saya sendiri saja. Menangis seperlunya. Karena ya pada akhirnya semua akan baik-baik saja.